Selasa, April 19

Produk instan yahudi untuk menghancurkan dunia.

0 komentar

Produk  Instan Yahudi Untuk Menghancurkan Dunia

Pada tahun 1897 M, kota Basel (Swiss) menjadi tuan rumah pertemuan akbar Yahudi Dunia. Lebih dari 300 tokoh Yahudi hadir dalam pertemuan yang dipimpin oleh Theodore Hertzl, seorang wartawan Yahudi kelahiran Hongaria. Mereka datang sebagai duta dari 50 organisasi Yahudi dunia, untuk menggodok trik-trik Yahudi dalam menyikapi perseteruan dunia, dengan mengacu kepada ajaran-ajaran yang terdapat pada kitab Talmud yang mereka agungkan. Targetnya, untuk menghancurkan seluruh kekuasaan di dunia ini dan mendirikan kembali kerajaan dunia Dawud Raya.

Pertemuan akbar ini berhasil menelurkan 24 butir keputusan penting, yang kemudian hari dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan ‘Protokolat Hukama Shuhyun’. Di antara isinya adalah sebagai berikut:

1. Kita harus menjerumuskan umamiyyin (orang-orang non Yahudi) ke dalam kehinaan dengan skenario dari kita. Para aktor lapangannya adalah kader-kader dari kalangan guru, pembantu, babysitter, dan wanita-wanita penghibur (artis).

2. Demi teraihnya sebuah tujuan, kita harus menggunakan cara-cara suap, penipuan, dan khianat, tanpa keraguan sedikitpun.

3. Kita kelabui umat manusia dengan mendengungkan slogan-slogan: ‘kebebasan, persamaan, dan persaudaraan’, dan menjadikan mereka terikat dengan slogan-slogan tersebut, agar mudah bagi kita untuk melakukan segala sesuatu yang kita inginkan.

4. Kita akan memilihkan untuk kaum non Yahudi para pemimpin yang bermental budak dan tidak berpengalaman dalam memimpin.

5. Kita akan kuasai media massa, karena ia merupakan senjata ampuh untuk mempropagandakan segala keinginan.

6. Kita harus menebar permusuhan antara penguasa dengan rakyatnya sehingga penguasa itu seperti seorang buta yang kehilangan tongkatnya[5], dan mau tidak mau meminta bantuan kita untuk melanggengkan kedudukannya.

7. Kita tampilkan di hadapan rakyat yang terzhalimi sebagai pembela mereka, dengan target agar mereka menjadi bagian dari kita dan menjadi para pendukung di kemudian hari.

8. Kita akan ciptakan krisis ekonomi global dengan segala cara yang memungkinkan.

9. Kita akan terus tebarkan slogan hak asasi, karena ia dapat mencetak masyarakat yang berani melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala aturan-Nya.

10. Kita harus hancurkan keimanan yang ada dalam sanubari umat manusia dan kita kosongkan dari benak mereka adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian kita gantikan dengan berbagai-macam kegiatan yang bersifat duniawi (seperti cabang-cabang olahraga), dan mempersiapkannya dalam skala internasional dengan segala macam promosinya, agar umat manusia tidak berkesempatan lagi untuk kembali kepada ajaran agamanya dan tidak menyadari keberadaan musuhnya dalam pertempuran global ini.

11. Kamilah yang menciptakan sistem pemilu dan hukum mayoritas (demokrasi), agar kami leluasa dalam memilih pemimpin yang kami kehendaki.[6]

12. Kami akan menggunakan cara-cara kudeta dan pemberontakan, bila itu yang terbaik.

Yahudi adalah kaum yang terkutuk, karakternya pun amat buruk, curang, licik, angkuh dan zhalim. Dengan bermodalkan karakter yang buruk ini, dilengkapi kelihaian mengotak-atik otak, terbentuklah mereka sebagai bangsa yang ‘usil’. Tak hanya manusia biasa yang mereka usili, para rasul yang senantiasa membimbing mereka pun kerap kali menjadi obyek usilan mereka. 

(Untuk lebih rincinya, lihat Al-Yahudiyyah wal Masihiyyah, karya Dr. Muhammad Dhiya`ur-rahman Al-A’zhami, hal. 217-225, dan Al-Mausu’ah Al-Muyassarah fil Adyan wal Madzahib Al-Mu’ashirah, terbitan WAMY, hal. 332-337)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.

 ____________________________________________
[5] Dalam poin ini kelompok sempalan Hizbut Tahrir (HT) -disengaja atau tidak, disadari atau tidak- telah mengadopsi produk Yahudi di atas dan menjadikannya sebagai salah satu prinsip penting kelompoknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh pendiri HT, Taqiyuddin An-Nabhani: “Oleh karena itu, menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antar sesama anggota masyarakat guna memengaruhi masyarakat tidaklah cukup. Kecuali dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan rakyatnya dan harus digoyang dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian.” (Lihat Mengenal HT, hal. 24, Terjun Ke Masyarakat, hal.7)

[6] Produk yang satu ini (demokrasi dan segala yang terkait dengannya) amat lekat dengan kelompok sempalan Ikhwanul Muslimin. Bahkan merekalah yang banyak meramaikan arena politik praktis di banyak negeri, sejak awal mula berdirinya (di Mesir) yang dipimpin langsung oleh Hasan Al-Banna hingga hari ini.

Kamu ini memang Aneh ..

0 komentar

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Sungguh sebuah perkara yang amat mengherankan tatkala kamu telah mengenal-Nya lantas kamu justru tidak mencintai-Nya. Kamu mendengar da’i yang menyeru kepada-Nya namun kamu justru berlambat-lambat dalam memenuhi seruan-Nya. Kamu menyadari betapa besar keuntungan yang akan dicapai dengan bermuamalah dengan-Nya namun kamu justru memilih bermuamalah dengan selain-Nya. Kamu mengerti betapa berat resiko kemurkaan-Nya namun kamu justru nekat membangkang kepada-Nya. Kamu bisa merasakan betapa pedih kegalauan yang muncul dengan bermaksiat kepada-Nya namun kamu justru tidak mau mencari ketentraman dengan cara taat kepada-Nya. Kamu bisa merasakan betapa sempitnya hati tatkala menyibukkan diri dengan selain ucapan-Nya atau pembicaraan tentang-Nya namun kemudian kamu justru tidak merindukan kelapangan hati dengan cara berdzikir dan bermunajat kepada-Nya. Kamu pun bisa merasakan betapa tersiksanya hatimu tatkala bergantung kepada selain-Nya namun kamu justru tidak meninggalkan hal itu menuju kenikmatan yang ada dalam pengabdian serta kembali bertaubat dan taat kepada-Nya. Dan yang lebih aneh lagi daripada ini semua adalah kesadaranmu bahwa kamu pasti membutuhkan-Nya dan bahwa Dia merupakan sosok yang paling kamu perlukan, akan tetapi kamu justru berpaling dari-Nya dan mencari-cari sesuatu yang menjauhkan dirimu dari-Nya.” (al-Fawa’id, hal. 45)


Bom Cirebon, Pemahaman yang SALAH ?

0 komentar

Tercelanya sikap ekstrim dalam pengkafiran serta dampak negatifnya

Pertama, Takfir merupakan hukum syar’i yang tempat kembalinya adalah Alloh dan Rasul-Nya. Sebagaimana tahlil (penghalalan), tahrim (pengharaman) dan iijab (pewajiban), kembalinya adalah kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka demikian pula dengan takfir.

Kedua : Apa yang berangkat dari keyakinan yang salah ini, berupa penghalalan darah, pelanggaran kehormatan, perampasan harta baik individu maupun masyarakat, perusakan pemukiman dan sarana transportasi serta penghancuran gedung-gedung bangunan.
Aktivitas-aktivitas ini dan semisalnya, adalah diharamkan secara syariat dengan kensensus kaum muslimin. Karena di dalamnya terdapat pelanggaran terhadap kehormatan jiwa manusia yang terpelihara, pelanggaran terhadap harta, terguncangnya stabilitas keamanan dan kehidupan ummat yang aman tenteram di dalam rumah-rumah dan kantor-kantor mereka, pada pagi maupun sore hari, serta pelanggaran terhadap kemaslahatan umum yang menyebabkan manusia tidak tenang dengan kehidupannya.

Ketiga : Sesungguhnya majelis, ketika menerangkan hukum takfir kepada manusia tanpa didasari burhan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wa Salam, dan bahaya mengimplementasikannya secara mutlak, yang membawa dampak buruk dan dosa, maka majelis mengumumkan kepada seluruh dunia : bahwasanya Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini, dan bahwasanya apa yang terjadi di sebagian negeri berupa tertumpahnya darah orang yang tidak bersalah, hancurnya rumah-rumah, kendaraan-kendaraan dan fasilitas umum maupun khusus, serta hancurnya gedung-gedung bangunan, maka ini semua termasuk tindakan kriminalitas dan Islam berlepas diri darinya.

http://suaraquran.com/audio-kajian-meluruskan-pemahaman-takfir-ust-muhammad-wasithoh-lc/

Musim Hujan telah Tiba .. he..he..

0 komentar

Marilah Mengamalkan Adab Ketika Musim Hujan
Hati-hati berkendara disaat hujan .. *alon alon waton tekan

Segala puji bagi Allah Ta’ala atas segala macam nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

”Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)

Begitu juga firman Allah Ta’ala (yang artinya), ”Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya),”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 24/262, Maktabah Syamilah)

Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya (yang artinya),

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39).

Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sudah selayaknya kita mengamalkan berbagai adab ketika musim hujan berikut ini.

[1] Keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan,’Allahumma shoyyiban nafi’an’ [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].” (Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memuji Allah setelah awan tadi hilang karena ditakutkan awan ini adalah tanda datangnya adzab dan kemurkaan Allah. (Lihat Syarh Shohih Adabil Mufrod, 2/343)

Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi beliau shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana pada firman Allah (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)” (HR. Bukhari no. 3206)

[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah memberi nikmat dengan diturunkannya hujan, dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca do’a

,اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Allahumma shoyyiban nafi’an (Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat).” 

Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat hujan turun. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ’anha, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tatkala melihat hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mengucapkan ’Allahumma shoyyiban nafi’an’ [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”. (HR. Bukhari, Ahmad, dan An Nasai). Yang dimaksud shoyyiban adalah hujan. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/113, Maktabah Syamilah dan Zadul Ma’ad, I/439, Maktabah Syamilah)

[3] Turunnya Hujan, Salah Satu Waktu Terkabulnya Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, 4/342 mengatakan,”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ’

Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.” (Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat hadits no. 1026 pada Shohihul Jami’)

[4] Tatkala Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian tatkala hujan turun begitu lebatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari no. 1013 dan 1014).

Oleh karena itu, saat turun hujan lebat sehingga ditakutkan membahayakan manusia, dianjurkan untuk membaca do’a di atas. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/114, Maktabah Syamilah)

[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,”Kami bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah kehujanan. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan,’Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?’Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

,لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena dia baru saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim no. 2120)
An Nawawi dalam Syarh Muslim, 6/195, makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.Kemudian An Nawawi mengatakan,”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut.Dan mereka juga berdalil bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan (ilmu), apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang dia tidak ketahui, hendaknya dia menanyakan untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan me ngajarkannya pada yang lain.” (Lihat Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 6/195, Maktabah Syamilah)Lihat pula perbuatan sahabat yang satu ini, dia juga mengambil berkah dari air hujan dengan mengguyur pakaian dan pelananya. Dari Ibnu Abbas, beliau radhyillahu ‘anhuma berkata,أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق
: 9].”Apabila turun hujan, beliau mengatakan,’Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku’.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya],”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” (Lihat Adabul Mufrod no. 1228. Syaikh Al Albani mengatakan sanad hadits ini shohih dan hadits ini mauquf [perkataan sahabat])

 [6] Janganl ah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan kenikmatan dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan dari seorang muslim seperti ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Sungguh, kata-kata seperti ini tidak ada manfaatnya sama sekali, dan tentu saja akan masuk dalam catatan amal yang jelek karena Allah berfirman

,مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Bahkan kata-kata seperti ini bisa termasuk kesyirikan sebagaimana seseorang mencela makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa seperti masa (waktu). Hal ini dapat dilihat pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa, termasuk juga hujan adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat’-, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa. (Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 227-231)Perhatikanlah hal ini! Semoga Allah selalu menjaga kita, agar lisan ini banyak bersyukur kepada-Nya atas karunia hujan ini, dan semoga Allah melindungi kita dari banyak mencela.

[7] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan,”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”.Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”(HR. Muslim n0. 240)

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, jika meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.” (Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Maktabah Syamilah)
Demikian beberapa adab ketika musim hujan. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi taufik oleh Allah untuk mengamalkannya.

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Inilah 6 Produk Utama Yahudi yang harus di boikot !

0 komentar

Mengenali Produk Yahudi

 Para pembaca yang mulia, produk Yahudi yang harus diwaspadai dan diboikot adalah yang berkaitan dengan pemikiran mereka dalam hal aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Karena hal-hal tersebut sangat berbahaya bagi agama kaum muslimin. Di antara produk-produk tersebut adalah:

1. Menjadikan kubur nabi atau orang-orang shalih sebagai masjid/tempat ibadah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

:لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ“

Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur-kubur para nabi mereka sebagai masjid/tempat ibadah.” (HR. Muslim, no. 530, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) sikap pengagungan terhadap seseorang hingga kuburnya dijadikan sebagai masjid/tempat ibadah, karena khawatir menjadi fitnah baginya dan bagi orang-orang sepeninggalnya.” (Al-Umm, 1/278)

2. Melecehkan para nabi dan ulama

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَّذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ“

Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa. Dan telah Kami susulkan (berturut-turut) sesudah itu rasul-rasul. Dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus (Malaikat Jibril). Apakah setiap kali datang kepada kalian seorang Rasul membawa sesuatu (ajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian besikap angkuh? Maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh?!” (Al-Baqarah: 87)

Sikap ini diwarisi oleh ahlul bid’ah, sebagaimana yang dikatakan Al-Imam Ismail bin Abdurrahman Ash-Shabuni rahimahullahu: “Tanda dan ciri utama ahlul bid’ah adalah permusuhan, penghinaan, dan pelecehan yang luar biasa terhadap para pembawa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yakni para ulama).” (‘Aqidatus Salaf Ash-habil Hadits, hal.116)[3]

3. Dengki terhadap orang-orang yang beriman

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَدَّ كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ“

Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata kebenaran bagi mereka.” (Al-Baqarah: 109)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang Yahudi, karena kedengkian mereka terhadap kaum mukminin yang berada di atas petunjuk dan ilmu (yang benar). Penyakit ini pun menimpa kalangan orang berilmu dan yang lainnya. Yaitu dengan mendengki orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri petunjuk, baik berupa ilmu yang bermanfaat atau pun amal shalih. Ini merupakan akhlak yang tercela dan akhlak orang-orang yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Iqtidha` Ash-Shirathil Mustaqim, 1/83)

4. Kikir ilmu dan harta

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

:إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوْرًا. الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain untuk berbuat kikir, serta menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.” (An-Nisa`: 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang-orang Yahudi dengan sifat kikir; yakni kikir ilmu dan harta. Walaupun sebenarnya konteks ayat ini lebih mengarah kepada kekikiran mereka dalam hal ilmu…”Di tempat yang lain beliau berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang-orang yang mendapat murka ini (Yahudi), bahwa mereka (mempunyai kebiasaan) menyembunyikan ilmu. Terkadang karena kikir untuk menyampaikannya, terkadang karena tendensi dunia, dan terkadang pula karena rasa khawatir kalau ilmu yang disampaikan itu akan menjadi hujjah atas mereka (bumerang).” (Lihat Iqtidha` Ash-Shirathil Mustaqim, 1/83-84)

5. Tidak mau mengikuti kebenaran kalau bukan dari kelompoknya, dalam kondisi mengetahui bahwa itu adalah kebenaran

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

:وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُوْنَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ“

Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kepada Al-Qur`an yang diturunkan Allah’, mereka berkata: ‘Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami’. Dan mereka kafir kepada Al-Qur`an yang diturunkan sesudahnya padahal Al-Qur`an itu adalah (kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka.” (Al-Baqarah: 91)


Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan ayat di atas setelah firman-Nya

:وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْكَافِرِيْأنَ“

Padahal sebelumnya mereka senantiasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang-orang Yahudi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran. Namun manakala yang menyampaikannya bukan dari kelompok mereka, maka tidak diikutinya. Mereka tidak mau menerima kebenaran kecuali yang datang dari kelompoknya semata, padahal mereka yakin bahwa hal itu semestinya harus diikuti.” (Iqtidha` Ash-Shirathil Mustaqim, 1/86)

6. Mengubah-ubah perkataan (kebenaran) dari tempat yang sebenarnya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ“

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan (kebenaran) dari tempat-tempatnya.” (An-Nisa`: 46)

Di antara contoh perbuatan kaum Yahudi ini adalah apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan pada lanjutan ayat di atas:

وَيَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِي الدِّيْنِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا

لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللهُ بِكُفْرِهِمْ فَلاَ يُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ قَلِيْلاً“


Mereka berkata: ‘Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.’ Dan (mereka mengatakan pula): ‘Dengarlah’ sedangkan kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan pula): ‘Rai’na’ dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: ‘Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami’, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (An-Nisa`: 46)[4]

Demikianlah beberapa produk Yahudi yang harus dijauhi dan diboikot. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kaum muslimin dari semua makar-makar Yahudi.
Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=481
  ____________________________________________
[3] Untuk lebih rincinya, lihat rubrik Manhaji Vol. 1 edisi 12/1425 H/2005, dengan judul Melecehkan Ulama, Kebiasaan Yahudi dan Ahlul Bid’ah.

[4] Untuk lebih rincinya lihat Iqtidha’ Ash-Shiratil Mustaqim, 1/87-88.